Sabtu, 06 Juni 2020

Bertaut (Nadin amizah), goresan kata penuh makna yang menusuk hati para pendengarnya


Halo pemirsa, seperti biasa, aku akan sedikit menguraikan satu dua patah kata (padahal banyak, haha). Aku nggak pengen curhat tentang cinta. Aku juga nggak pengen baper-baperan. Jadi aku mau menulis tentang review lagu. Kali ini aku mau review lagu dari Kak Nadin, lagu yang berjudul "Bertaut". 

Lagu ini sangat menyentuh hatiku. Meskipun sudah berhari-hari aku mendengarnya, sudah berkali-kali aku mendengarnya, aku tak bisa menahan untuk meneteskan air mata.

Oke langsung saja, sebelum aku mereview tulisan nada indah dari Kak Nadin, aku mau berterima kasih. Terima kasih Kak, atas lagunya yang indah, terima kasih atas besarnya pesannya yang menusuk ke dalam hati para pendengarnya termasuk hatiku. Terima kasih atas tetesan air mata. Terima kasih atas kata yang dapat mengingatkan ku akan cerita bersama ibunda.

Cuss kita melirik beberapa lirik Bertaut.

Bun, kalau saat hancur ku disayang
Apalagi saat ku jadi juara

Di sini, dengan dua kalimat ini, aku teringat kisah ketika perjuanganku belajar. Saat itu, aku melewati beberapa fase di mana aku harus bertahan, di mana aku harus berjuang, karena saai itu aku sedang memasuki sebuah lingkungan baru yang berbeda dari sebelumnya. Saat terberatku, aku memasuki lingkungan baru itu. Saat itu, aku harus berjuang, aku harus berjuang menyesuaikan diri dan di situ aku merasa aku hancur.

Aku masih ingat, awalnya, tiap tahun dan selama tiga tahun belajar aku selalu menjadi juara. Namun, saat aku memasuki lingkungan baru aku langsung berantakan. Aku belum bisa membaur dengan lingkungan baru. Akibatnya, aku tidak bisa berprestasi. Aku nggak menjadi juara seperti tiga tahun sebelumnya, bahkan sepuluh besar pun aku belum bisa mendapatkannya. Namun, aku masih disayang. Kata ibu, umurku paling muda diantara semuanya. Jadi, meskipun aku tidak menjadi juara, aku adalah yang paling hebat. Bayangkan saja aku berbeda dua tahun dari mereka. Begitu hebatnya aku, ketika anak sekecil itu bisa bertahan bahkan mengerti apa yang diajarkan kepada anak dua tahun di atasnya.

Saat hancur aku disayang. Aku nggak melihat raut muka kecewa dari bunda. Aku benar-benar disayang. Iya, saat hancur aku disayang. Namun setelah itu, setelah rasa sayang, rasa percaya, aku lebih disayang lagi saat aku jadi juara.

Aku pikir kejadian itu itu cuma terjadi sekali dalam hidupku. Aku pikir aku nggak akan hancur dengan hal yang sama untuk kedua kalinya. Aku juga berpikir kalau rasa sayang itu tidak akan ada lagi untuk hancur yang kedua kalinya atau bahkan yang kesekian kalinya. Namun, faktanya tidak. 

Cerita yang awal tadi saat aku aku kelas 2 SD. Saat itu, aku berpindah dari sekolah yang belum terlalu maju ke sekolah yang lebih maju. Aku berpindah dari lingkungan desa ke kota. Selanjutnya, hancurku yang kedua adalah ketika aku di suasana baru lagi (MTs). Di situ, aku belum bisa menguasai ilmu agama dan itu menyebabkan prestasi ku jauh dari teman yang lainnya.

Aku pikir, aku disayang saat SD karena maklum saja aku kan masih kecil. Hancurku yang kedua ini ini saat aku sudah remaja. Bunda tetap menyayangiku. Saat hancur aku disayang. Bunda masih mengeluarkan nasehat-nasehat sayangnya. Bunda juga masih memberikan motivasi bagi putrinya. Dan pada akhirnya, aku bisa bangkit aku kembali berprestasi dan aku lebih disayang.

Bukan hanya dua kali terjadi, akan tetapi berulang kali. Saat aku SMA, saat aku kuliah bahkan saat aku memilih tempat kerja, saat aku merasa hancur, aku disayang. Apalagi saat aku jadi juara. Beribu nasehat Ibu, yang membuatku merasa semakin disayang yang membuatku tegar akan masa-masa sulitku. Nasehat Ibu selain menguatkanku, karena secara fisik umurku memang lebih muda dari mereka, Ibu juga mengajarkan bahwa dunia itu hanya sementara. Semakin dewasa aku semakin diajarkan untuk tidak terlalu mengejar dunia. Terima kasih Bu atas nasehatnya.

Keras kepalaku sama denganmu
Caraku marah caraku tersenyum

Sama-sama keras kepala, aku dan ibu sama-sama keras kepala. Aku pernah marah, aku pernah keras kepala, aku pernah meminta sampai aku mengeluarkan air mata. Aku keras kepala karena pintaku nggak diterima. Itu adalah peristiwa bertemunya dua orang yang keras kepala yang sangat-sangat masih melekat di kepalaku. Selain itu ada ada banyak lagi, tetapi yang tak sekeras itu. 

Marah, sampai akhir kuliah pun aku masih kena marah. Aku dimarahin karena ya skripsi. Cara beliau marah sama, sama seperti denganku. Beliau marah karena ada alasan. Beliau marah dan tentunya memberikan banyak kesan pesan. Beberapa tahun yang lalu, saat aku mempunyai tanggung jawab amanah yang lumayan, aku juga sering marah karena sesuatu hal yang hampir sama seperti itu, marah karena ada alasan, marah dengan membawa kesan pesan yang tentunya memberikan perbaikan.

Caramu tersenyum, aku mau bilang cara beliau tersenyum sama denganku. Namun, aku merasa aku tak secantik beliau. Tapi bukan masalah cantik apa enggak, senyum beliau, cerianya, semua senyum yang tertangkap kamera, begitu tulus ikhlas nya, lepas, sama denganku. Awalnya senyumku, nggak seperti itu, tetapi akhir-akhir ini ini aku merasa dengan begitu hatiku lebih nyaman dan ternyata memang iya benar. Caramu tersenyum sama denganku. Aku yang meniru keceriaan serta senyum  ikhlasmu.

Semoga lama hidupmu disini
Melihat ku berjuang sampai akhir

Ya Allah berikan kesehatan untuk ibunda ku. Aku ingin beliau menemani perjuanganku. Aku juga ingin beliau menikmati buah dari perjuangan ku. Dan aku juga ingin.. (keinginan ku ucapkan dalam hati aja ya)

Trims, Kak Nadin atas “Bertaut”.

Seperti detak jantung yang bertaut, nyawaku nyala karena denganmu.

Sejauh apapun jarak, kita sedekat detak jantung yang bertaut.. 
Buol, 6-7 Juni 2020
Wallahua'lam bissowab



1 komentar: