Minggu, 14 Mei 2017

Hidupkan Buku untuk Peradaban


#Sebarkan buku di setiap bagian  rumah
#Memimpin itu siap menderita
#Jangan pikirkan apa yang kamu  tuliskan, tuliskan yang kamu rasakan
Sekretariss yang lagi ngantuk atau memang lagi menulis di hati jadi catatanya cuma beberapa kata diatas? hehe
Alhamdulillah hari ini dapat kesempatan memenuhi undangan yang ditujukan untuk STIS Mengajar, meski sebenarnya aku bukan anggota dari organisasi tersebut. Lhoh kok bisa? Ceritanya nemenin adek sekretaris tercinta, hehe. Dia belum tau lokasinya, dan sebenarnya saya juga tidak tahu. Jadi niatnya nemenin, kalau nyasar biar ada temannya.
Sebuah peresmian Gerakan Mari Membaca Buku oleh Rumah Belajar Kita(RBK) yang dilaksanakan di Auditorium Universitas Nasional ini berhasil menambah energiku untuk berbagi. Jadi inget semakin sedikit yang dibagi di blog “sedikit berbagi”.
Acara ini dibuka dengan bedah buku, buku yang aku kira bisa jadi buah tangan. Disana berisi tentang sejarah orang hebat yang berkaya dalam keadaan yang dapat dibilang kurang layak, bahkan penuh dengan penderitaan. Mereka (tokoh dalam buku) berjuang dengan gigih, dan impian mereka pun tercapai. Mereka adalah sang pemimpin yang siap menderita. Hal itu jauh berbeda dengan orang jaman sekarang. Apakah kenikmatan yang kita dapat sangat melalaikan kita? “Fabi ayyi ala irobbikuma tukadziban” Astagfirullah…
Belajar harusnya menjadi salah satu kebutuhan pokok kita, tapi apa? Kita sekarang sukanya membaca dan menulis dalam satu buku yang terkenal itu (f***b***). Kita seperti lalai dengan kecanggihan teknologi. Mana buku yang sudah kamu baca nak? Apa yang sudah kamu tuliskan untuk negeri ini?
Sedikit diceritakan latar belakang penulis pada sesi tersebut. Beliau dari keluarga yang lumayan kurang. Beliau benar-benar gigih untuk belajar, untuk membaca. Beliau tidak ingin jadi mahasiswa yang sekadarnya. Beliau pun prihatin dengan pemuda sekarang. Beliau prihatin dengan teman-temannya, teman yang dulunya lebih pintar darinya tetapi sekarang apa yang menjadi keseharian mereka tak sebanding. Bukannya keseharian itu tak sebanding, tetapi seperti mereka tak ada perjuangan untuk menggapai sesuatu yang lebih baik dari hal tersebut.
Aku berpikir, mana rasa syukurku ketika aku melihat pembicara yang satu ini. Mana bentuk syukurku? Ketika ada yang berjuang, dan kamu memiliki alat perjuangan yang lebih baik, sudahkan alat itu digunakan dengan sebaiknya?
Tentang membaca, bercerita yang disampaikan oleh beliau atau pun pembicara yang lain. Membaca itu perlu, bahkan harus. Ingan ayat pertama yang diwahyukan? “iqro’” Seorang Imam Syafi’i sudah membaca (dibacakan oleh ibunya) sejak dalam kandungan, dan tau hasilnya? Ada anak yang difonis mempunyai penyakit apa gitu,kemudian orang tuanya dengan sabar membacakan, menceritakan padanya beberapa kisah, dan hasilnya dia menjadi baik baik saja.
Baca yuk.. Baca..
Sebenarnya momen ini pas banget sama aku yang entah kenapa bisa ngumpulin banyak buku dalam bulan ini. Niatnya peregangan setelah uts, tapi kok menggebu banget. Awalnya adik yang bulan Maret kemarin baru ulang tahun minta dibeliin buku. Aku mau cariin buku yang pas di IBF. Eh udah dapet bukunya, mbaknya juga pengen beli buku. Tiba-tiba ketemu sama Kang Abik, ambil buku lagi. Tau ada pemesanan buku seseorang yang sering ngasih nasehat Qur’an pesen bukunya. Tau bukunya Ustazah yang disayang beli. Ketemu sama buku pinjaman yang belum selesai dibaca yang sudah tak di tangan, dibeli. Eh pas even satu hari bersama Qur’an dapat buku juga. Jadi berapa ya? Kok curhat banget. Semoga tulisannya cepat dihadirkan. Aamiin.
Balik lagi ke hidupkan buku untuk peradaban.
Taukah kamu sebaik-baik bacaan yang harus dibaca?
Ya, tentunya Al-Qur’an.
Kebetulan sekali, kemarin alhamdulillah dapat merasakan  even yang begitu nikmat. Acara “Ma’al Qur’an”, Satu hari bersama Al-Qur’an, khatam 30 juz.
Lihat tulisan selengkapnya tentang Ma’al Qur’an  disini.
Wallahu a’lam bissowab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar